Thursday 29 October 2015

10 Alasan Tolak Reklamasi Teluk Benoa

Baliho penolakan reklamasi kembali dipasang di Kelurahan Dauhwaru, Jembrana. Berbeda dengan baliho penolakan serupa, baliho yang dipasang para pemuda dari Sekaa Teruna Sanjaya, Banjar Dauhwaru ini turut memaparkan dasar penolakan dan dampak apabila reklamasi terus dilakukan. Baliho yang dipasang di pinggir Jalan Ngurah Rai, Lingkungan Dauhwaru itu sengaja dipasang untuk memberikan informasi kepada masyarakat yang melintas terkait dampak reklamasi bagi lingkungan.
Koordinator Gerakan Pemuda Jembrana (GPJ) I Gusti Ngurah Jelantik, Minggu (31/8) mengatakan, para pemuda di Dauhwaru bukan hanya ikut-ikutan, melainkan penolakan itu berdasar atas kepedulian mereka terhadap lingkungan. Karena itu dalam baliho itu dituliskan 10 alasan mengapa para pemuda menolak reklamasi.
Sepuluh alasan itu, pertama, akan muncul banjir, karena Teluk Benoa merupakan muara bagi sungai-sungai di Bali Selatan. Apabila muara itu tidak ada, bukan tidak mungkin terjadi banjir. Kedua hilangnya paru-paru kota, hutan mangrove di sekitar Teluk Benoa menjadi paru-paru kota dan jika ditebang, maka kualitas udara akan menurun. Alasan ketiga, Mengorbankan alam. Teluk benoa termasuk wilayah konservasi yang harus dilindungi. Keempat, reklamasi teluk Benoa akan mengubah arus air laut sehingga memperparah abrasi pantai lain di sekitarnya. Lima, menambah krisis air di mana Bali Selatan sudah kekurangan air bersih hingga 7,5 miliar kubik per tahunnya, penambahan hotel di Bali Selatan membuat warga semakin kekurangan air. Keenam, pembangunan fasilitas pariwisata di atas lahan hasil reklamasi jelas tidak stabil, ibarat gelas di atas tumpukan buku, lebih mudah hancur jika ada gempa apalagi tsunami.
Ketujuh, adanya ketidakseimbangan pembangunan di Bali, Bali Selatan sudah terlalu penuh dengan pembangunan pariwisata, ketika daerah utara dan timur tidak diperhatikan. Reklamasi Teluk Benoa hanya memperparah ketidakseimbangan pembangunan itu. Kedelapan, penambahan hotel akan membuat tingkat hunian makin rendah, saat ini Bali sudah memiliki 90.000 kamar hotel, vila dan penginapan dengan rata-rata okupansi hanya 31-51 persen. Alasan ke sembilan, sudah saatnya Bali serius menggarap pariwisata berbasis kerakyatan, bukan pariwisata massal yang hanya menguntungkan investor rakus yang ingin merusak alam Bali.
Alasan kesepuluh adalah ancaman gagal megaproyek seperti yang sebelumnya yang pernah dicanangkan. Banyak contoh rencana megaproyek di Bali, namun gagal seperti Taman Festival di Padanggalak, Bali Turtle Island Development (BTID) di Serangan, serta Pecatu Graha di Pecatu. “10 alasan itu yang mendasari kami warga Jembrana menolak reklamasi Teluk Benoa,

No comments:

Post a Comment